…just random stuff of an awesome life.

Friday, September 11, 2020

A package of surprises

So far, 2020 has been a year of surprises. 
Who ever thought our sunnah will be encouraged to be applied on everyone else? (baca: jaga jarak, tidak saling bersentuhan, menutup hidung dan mulut)
Okay, that was a joke. 
But, I never thought today would be one of them (the suprises).
After being told to just work from home kosan in the middle of the day, another surprise came in when a courier chat me in the afternoon.

"paket" with a picture attached.

I replied immediately without checking on the picture, but seconds later,

"Wait a second. I didn't order anything. Who's this from?"

Wednesday, April 04, 2018

Days in the shoe of a minority

Lorong sekolah di lantai dua itu menjadi saksi bisu sebuah kebencian pada suatu jam istirahat makan siang. Tidak ada orang selain dua siswa yang berjalan berlawanan arah; seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Bukan, yang akan digambarkan bukanlah adegan layar kaca dimana keduanya bertabrakan lalu salah satunya menjatuhkan buku dan akhirnya saling jatuh cinta. Akan tetapi sebuah drama dalam panggung sandiwara yang nyata; fenomena sosial yang tidak jarang berujung menjadi berita. Anak perempuan tersebut tidak pernah mencari atau bahkan membuat masalah di sekolah khususnya dengan anak laki-laki tersebut. Ia hanya mengambil sebuah langkah dalam prosesnya; menaati perintah untuk menutup aurat, ketika tiba-tiba penutup kepalanya ditarik dari belakang. Lalu siapa lagi yang hendak dicurigai? Anak perempuan tersebut hanya terdiam merapikan kembali penutup kepalanya dan menoleh ke belakang dengan penuh heran. 

Monday, September 05, 2016

Hadiah #22

Kembali pada hari dimana roda-roda besi membawa realita ke medan juang
membuat jarak berangsur menjadi semakin nyata
menghapuskan "cukup" dari perbendaharaan kata
menghancurkan pertahanan sekaligus memaksa untuk menguatkan diri

Suara derit pintu yang sama kembali menyambut 
namun hanya sepasang kaki yang melangkah masuk
setiap sudut seakan mengabarkan kehilangan
meski tak sejengkal benda-benda di dalamnya berpindah tempat

Sandaran empuk tersebut hanya tinggal aroma
Menyandingnya yang terhempas tanpa daya untuk melipur lara
Mengalir bersama suara detik jarum jam dinding yang menembus ruang
Hingga lelah menghampiri dan mengantarkannya pada lelap

Saturday, April 30, 2016

Menimba Ilmu Agama di(luar) Bangku Perkuliahan

Usaha mempelajari ilmu agama dalam masa perkuliahan terkadang membuat saya tidak hanya merindukan kelas beserta guru agama di bangku sekolah dahulu namun juga mengingatkan betapa beruntungnya memiliki kesempatan menimba ilmu di sekolah berbasis pendidikan islam, di lingkungan yang membangun budaya islami, dan diajarkan oleh tenaga-tenaga pengajar yang beragam kompetensi dan karakternya dalam membantu siswa/i memahami ilmu agama.

Siswa: "Pak, bagaimana caranya malaikat menjalankan tugas saat sekian banyak orang ditakdirkan meninggal di waktu yang bersamaan? seperti musibah bencana alam misalnya"
Pak Syifa: "Coba kamu kemari"
Siswa: (berjalan ke depan kelas)
Pak Syifa: "Tolong matikan lampunya"
Siswa: "Ha?" (terheran)
Pak Syifa: "Tolong matikan lampunya"
Siswa: (menekan sakelar)
Seketika seluruh lampu di dalam kelas padam.
Pak Syifa: "Sekarang tolong nyalakan lagi lampunya"
Siswa: (menekan kembali sakelar dengan kebingungan)
Pak Syifa: "Terimakasih. Sekarang kamu silahkan duduk kembali"
Seluruh siswa hanya terpatung dan bingung karena merasa belum diberikan jawaban.
Pak Syifa: "Kamu silahkan duduk kembali ke bangkumu"
Siswa: (berjalan kembali ke tempat duduk)
Pak Syifa: "Allah bisa menggunakan cara apa saja yang Beliau kehendaki dan kita sebagai hambaNya tidak akan pernah tahu karena itulah keagunganNya. Malaikat pun sebenarnya tidak hanya sekedar 10 nama yang selama ini umumnya kita ketahui. Jauh lebih banyak daripada itu. Jadi tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah."
- salah satu pelajaran yang tidak terlupakan dalam sebuah kelas di bangku sekolah

Monday, February 22, 2016

Belum berjudul

"Mengapa?"
"Bagaimana bisa?"
menggema dan berlari tak berarah tanpa kunjung terjawab.

Terlanjur jauh ia melangkah,
mengukir cerita, 
memantik rasa, 
dan menimbulkan tanya.
Menciptakan khayal dan spekulasi.
Menjebak mereka dalam teka-teki.
Bukan, Allison. Hati tak selayaknya kebijakan luar negeri.
Model rasionalmu hanya sebilah pisau tumpul untuk menganalisis hal ini.

Era globalisasi, katanya.
Akan tetapi jarak dan batas wilayah masih begitu nyata bagi mereka.
Tak hanya bunga-bunga yang merekah atau gugurnya dedaunan,
rintik-rintik hujan atau teriknya sinar matahari,
pergantian musim pun ingin bersama-sama ia lalui,
namun dua puluh empat jam saja cukup bagi mereka yang sedang menabung rindu
meski hanya duduk dengan arah pembicaraan yang tak menentu. 

Entah berapa hal yang saling berkontestasi pengaruh dalam benaknya,
bak perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Tak jarang ia tergoyahkan,
beberapa kali teguh pada pendirian,
kadang kala hanya air mata..

Diamnya tak berarti tak berpihak.
Belum, kawan. Pada masanya ia akan bersuara,
hanya dinding itu belum runtuh.
Mereka masih selayaknya Jerman pada tahun 1961-1989.
Biarkan saja dirinya menikmati evolusi dalam ruang masa kini.