…just random stuff of an awesome life.

Saturday, April 30, 2016

Menimba Ilmu Agama di(luar) Bangku Perkuliahan

Usaha mempelajari ilmu agama dalam masa perkuliahan terkadang membuat saya tidak hanya merindukan kelas beserta guru agama di bangku sekolah dahulu namun juga mengingatkan betapa beruntungnya memiliki kesempatan menimba ilmu di sekolah berbasis pendidikan islam, di lingkungan yang membangun budaya islami, dan diajarkan oleh tenaga-tenaga pengajar yang beragam kompetensi dan karakternya dalam membantu siswa/i memahami ilmu agama.

Siswa: "Pak, bagaimana caranya malaikat menjalankan tugas saat sekian banyak orang ditakdirkan meninggal di waktu yang bersamaan? seperti musibah bencana alam misalnya"
Pak Syifa: "Coba kamu kemari"
Siswa: (berjalan ke depan kelas)
Pak Syifa: "Tolong matikan lampunya"
Siswa: "Ha?" (terheran)
Pak Syifa: "Tolong matikan lampunya"
Siswa: (menekan sakelar)
Seketika seluruh lampu di dalam kelas padam.
Pak Syifa: "Sekarang tolong nyalakan lagi lampunya"
Siswa: (menekan kembali sakelar dengan kebingungan)
Pak Syifa: "Terimakasih. Sekarang kamu silahkan duduk kembali"
Seluruh siswa hanya terpatung dan bingung karena merasa belum diberikan jawaban.
Pak Syifa: "Kamu silahkan duduk kembali ke bangkumu"
Siswa: (berjalan kembali ke tempat duduk)
Pak Syifa: "Allah bisa menggunakan cara apa saja yang Beliau kehendaki dan kita sebagai hambaNya tidak akan pernah tahu karena itulah keagunganNya. Malaikat pun sebenarnya tidak hanya sekedar 10 nama yang selama ini umumnya kita ketahui. Jauh lebih banyak daripada itu. Jadi tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah."
- salah satu pelajaran yang tidak terlupakan dalam sebuah kelas di bangku sekolah



Bukan berarti menimba ilmu di sekolah yang tidak berciri seperti diatas tidak beruntung, saya katakan demikian karena dengan jurusan perkuliahan yang saya ambil saat ini, agama menjadi ilmu yang perlu saya cari sendiri diluar. Bukan lagi menjadi suatu ilmu yang dapat saya peroleh secara menyeluruh hanya dengan datang ke tempat menimba ilmu tersebut, sebagaimana saat saya duduk di bangku sekolah, tapi ilmu yang perlu saya usahakan lebih untuk mendapatkan dan memahaminya secara menyeluruh. Padahal diluar sana terdapat berbagai jenis kelompok pemahaman dan tidak sedikit yang menyimpang atau bahkan menyesatkan. Maka dari itu, sebab lain saya merasa beruntung karena telah memiliki (setidaknya) dasar pengetahuan ilmu agama yang dapat saya gunakan sebagai pegangan sekaligus benteng pertahanan dari ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Hal lain yang mempatutkan saya untuk bersyukur dan tidak menyianyiakan kesempatan belajar ilmu agama kapanpun dan dimanapun ialah kesulitan yang dihadapi saudara/i muslimin/ah di lingkungan berminoritaskan penganut agama islam. Jangankan untuk mempraktikkan amal dan ibadah, menimba dan memahami ilmunya saja tidak semudah di tempat yang saya tinggali saat ini.
"Kan zaman sudah serba canggih!"
Kecanggihan teknologi tidak mampu menggantikan seluruh pengalaman belajar bersama yang ahli/berkompeten. Lagipula menimba ilmu, khususnya ilmu agama, memang sebaiknya didampingi oleh yang menguasai atau paling tidak paham karena apabila mempelajarinya sendiri dikhawatirkan akan salah memahami/mentafsirkan dan justru mengada-ada perkara yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan As-sunnah.


Bagaikan dua sisi mata uang, rasa beruntung tersebut juga hadir bersama penyesalan karena dahulu saat di bangku sekolah saya sedikit banyak terbawa kenakalan usia remaja. Saya melihat diri saya dahulu tidak menuntut ilmu agama dan berusaha memahaminya dengan sungguh-sungguh sepenuhnya sehingga kini merasa masih sangat banyak hal yang belum saya mengerti, yang masih rancu dan membingungkan, yang masih perlu saya gali lebih banyak dan pahami lebih lanjut. Terlebih mengetahui bagaimana zaman beserta fenomenanya telah banyak berkembang sehingga tidak selalu dapat disikapi mutlak secara kontekstual.

No comments:

Post a Comment