Tiga puluh hari di desa pada akhirnya berlalu.
Sepasang kaki ini kembali menginjakkan diri di rumah dan menyapa sepi.
Meskipun awalnya memakan waktu untuk beradaptasi, tidak dapat dipungkiri beberapa hal kini justru dirindukan. Bahkan terimakasih pada pengalaman tersebut, diri ini mendapat kesempatan untuk mengenal Indonesia lebih jauh, mendapat banyak teman baru, dan akhirnya dapat menyaksikan, mendengarkan, serta merasakan langsung apa yang selama ini hanya digambarkan oleh media yang belum tentu kebenarannya.
Kesempatan itu menjadi kali pertama menginjakkan kaki di tanah melayu, di pulau Sumatra.
Panas dengan sinar yang terik dan hawa yang membuat gerah, atau dalam bahasa jawanya
sumuk, menjadi kesan pertama kala sampai di bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau.
Kedatangan kami berlima di provinsi dengan peringatan titik api terbesar di Indonesia ini mendapat sambutan. Bukan dengan tarian khas atau permainan musik tradisional namun dengan kabut asap. Ya, kabut asap yang berasal dari kebakaran entah dimana. Gedung LPPM Universitas Riau yang menjadi tempat berkumpul sementara para peserta sore itu seakan ikan yang sedang disalai. Tidak heran apabila provinsi Riau mendapat julukan Negeri Asap.
Malam harinya kami menuju ke Batalyon Infanteri 132 Bima Sakti, tempat dimana lebih dari 600 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang mengikuti KKN Kebangsan 2015 dikumpulkan untuk diberikan pembekalan sebelum diterjunkan ke desa masing-masing kelompok. Sebagai informasi, masing-masing dari kami berlima terbagi ke dalam kelompok yang berbeda.
|
Budaya menganti dalam mengambil makanan |
|
Nilai kebersamaan dalam menyantap makanan; duduk dalam baris yang saling berhadapan, memulai doa bersama, menunggu seluruh barisan selesai, lalu mengucapkan terimakasih secara serentak. |
|
Kegiatan mencuci peralatan makan sesudah menyantap makanan |
|
Tempat tidur dalam barak. Untuk menjaga kebersihan, dibentuk tiga kelompok untuk guna melaksanakan piket secara bergilir setiap harinya.
Di dalam barak, tidak diperbolehkan menggantung barang apapun (e.g: menggantung baju/topi/handuk/etc.), tidak diperbolehkan ada barang lain kecuali peralatan tidur (e.g: bantal, selimut) diatas tempat tidur, koper/carrier/ransel/tas diletakkan didepan tempat tidur masing-masing, dan alas kaki diletakkan dibawah tempat tidur. |
|
Salah satu sesi pembekalan |
|
(anggota perempuan) Kelompok Batalyon AGNI Kompi B Pleton 1 bersama Danton |
Selama tiga hari di tempat yang terletak di Bangkinang tersebut, kami dididik dengan sistem semi-militer sebagaimana yang (belum cukup) tergambarkan dalam foto-foto diatas. Hal ini belum termasuk bagaimana panjangnya antrian untuk menggunakan kamar mandi, sebagian peserta yang menyiasatinya dengan mandi sekaligus mencuci baju beramai-ramai, peserta laki-laki yang sikat gigi dan mencuci muka dengan air selokan di depan baraknya, kagetnya dibangunkan tiba-tiba secara serentak pada dini hari untuk latihan jika terjadi kebakaran, dan masih banyak kegiatan lainnya yang sangat kami rasakan penanaman nilai kedisiplinan di dalamnya.
Serangkaian kegiatan dalam waktu singkat namun bermanfaat tersebut akhirnya ditutup oleh api unggun pada malam terakhir dan upacara pelepasan keesokan paginya. Kami yang bertemu dan mengenal satu sama lain namun berbeda kelompok akhirnya harus berpisah kembali untuk terjun ke desa bersama kelompok masing-masing demi
memenuhi sks dan mendapatkan nilai menjalankan salah satu tri dharma perguruan tinggi; pengabdian kepada masyarakat.
No comments:
Post a Comment