Aku masih ingat,
saat dulu awal-awal di Adelaide Secondary School of English,
matematika terasa sangat mudah bagiku :)
materinya jauh dari kata sulit, jauh dibelakang dari yang dipelajari di Indonesia.
tak heran, di kelas aku termasuk unggul dalam pelajaran itu.
tapi ternyata dibalik anggapanku itu,
masih ada yang merasa sangat kesulitan dengan pelajaran matematika.
meraka tak lain adalah kawan-kawanku dari Afghanistan. Marzia, Zakia dan Zarafshan.
Pernah suatu ketika seusai pelajaran matematika,
saat hanya tinggal aku, Athira, guru matematika dan ketiga kawan Afghanistanku tersebut.
saat hanya tinggal aku, Athira, guru matematika dan ketiga kawan Afghanistanku tersebut.
aku dengan santai membereskan buku, tidak menyadari bu guru sedang menenangkan Zakia yang terisak. Marzia pun berlinangan air mata.
seketika aku dan Athira menghampiri mereka.
"What's wrong?" tanyaku, sayangnya tidak ada yang menjawab. tampaknya bukan saat yang tepat untuk bertanya.
namun tidak lama, Zarafshan menyeretku ke belakang dan menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Dulu, awalnya aku berfikir "kog gitu aja nggak bisa se? apa sulitnya..."
tapi setelah mengetahui latar belakang mereka merasa kesulitan,
tapi setelah mengetahui latar belakang mereka merasa kesulitan,
aku merasa bersalah telah berfikiran seperti itu.
Saat itu, terdapat konflik entah apa detailnya terjadi di Afghanistan yang aku rasa sampai sekarang pun belum usai.
berdasarkan cerita dari kawan-kawan Afghanistanku, untuk keluar rumah pun bertaruh nyawa. sehingga banyak orang tua yang lebih memilih anaknya putus sekolah daripada kehilangan nyawa.
banyak dari warga Afghanistan memutuskan untuk mengungsi ke negara-negara lain yang dianggapnya lebih aman.
maka dari itu, seringkali orang-orang tersebut dijuluki "Refugee".
karena rasa bersalah itulah aku merasa berhutang budi pada mereka,
sehingga aku berinisiatif untuk membantu mereka memahami dan bisa matematika.
alhamdulillah.. it helps :)
alhamdulillah.. it helps :)
Sekarang berbalik cerita. . .
Tahun terakhir SMA memang berat,
terlebih lagi harus menyesuaikan diri disaat yang bersamaan.
TIDAK MUDAH.
Aku dan Kimia semakin tidak bersahabat
Kimia semakin sulit dimengerti,
dan aku pun semakin tidak suka kimia.
ARRRGH!!!
Dari mencoba belajar dan memahami sendiri,
tanya dan belajar ke rumah teman,
sampai les privat kimia,
NGGAK ADA PERUBAHAN.
entah berapa kali mataku berkaca-kaca dan satu kali menangis because of this sh*t!
Sekarang aku paham...
aku mengerti apa yang dirasakan Marzia dan Zakia saat itu.
Bagaimana perasaan seseorang yang "tidak bisa" dan bagaimana pula pelajaran dapat membuat orang menangis.
bedanya, aku belum menemukan orang selayaknya posisiku saat membantu kedua kawan Afghanistanku tersebut.
No comments:
Post a Comment