"Mengapa?"
"Bagaimana bisa?"
menggema dan berlari tak berarah tanpa kunjung terjawab.
Terlanjur jauh ia melangkah,
mengukir cerita,
memantik rasa,
dan menimbulkan tanya.
Menciptakan khayal dan spekulasi.
Menjebak mereka dalam teka-teki.
Bukan, Allison. Hati tak selayaknya kebijakan luar negeri.
Model rasionalmu hanya sebilah pisau tumpul untuk menganalisis hal ini.
Era globalisasi, katanya.
Akan tetapi jarak dan batas wilayah masih begitu nyata bagi mereka.
Tak hanya bunga-bunga yang merekah atau gugurnya dedaunan,
rintik-rintik hujan atau teriknya sinar matahari,
pergantian musim pun ingin bersama-sama ia lalui,
namun dua puluh empat jam saja cukup bagi mereka yang sedang menabung rindu
meski hanya duduk dengan arah pembicaraan yang tak menentu.
Entah berapa hal yang saling berkontestasi pengaruh dalam benaknya,
bak perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Tak jarang ia tergoyahkan,
beberapa kali teguh pada pendirian,
kadang kala hanya air mata..
Diamnya tak berarti tak berpihak.
Belum, kawan. Pada masanya ia akan bersuara,
hanya dinding itu belum runtuh.
Mereka masih selayaknya Jerman pada tahun 1961-1989.
Biarkan saja dirinya menikmati evolusi dalam ruang masa kini.